Selasa, 02 Oktober 2012

Tulisan delapan , ketika cinta di bentangkan.

Nama               : Apriyanto Muchid
Npm                : 10209647
Kls                    : 4 EA 16
Tulisan delapan , ketika cinta di bentangkan.

Mata kuliah     : Etika Bisnis #
Dosen              : Sri Murtiasih


Ketika cinta dibentangkan,
Ketika cinta dibentangkan, ternyata segala sesuatu tertampung di dalamnya. Dan ternyata adanya kuda mengangkat kaki agar tidak menginjak anaknya, juga karena cinta. Bahkan di antara peperangan-peperangan yang ada, terdapat peperangan yang paling indah sepanjang sejarah yaitu Fathu Makkah, itupun juga karena cinta Rasulullah صّلى اللّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلّمَ pada sesama manusia. Sehingga yang mestinya Makkah banjir darah karena kesalahan penduduknya yang tak terhingga itu; ternyata justru indah terhias air-mata-bahagia karena ampunan dan cinta terindah baginda yang dibentang untuk mereka lebih luas.[1] Berangkat dari itulah betapa seorang akan hebat jika telah mampu mengembangkan atau memupuk dan meletakkan cinta pada tempatnya.
Cinta mengandung kasih, sabar, adil dan semuanya yang baik. Betulkah cinta adalah rahmat itu sendiri?. Ada orang yang memberanikan diri menjawab, “Kalau urainnya seperti di atas maka pendapat tersebut betul. Karena rahmat dalam bahasa Arab adalah isim marrah, yakni kata benda abstrak yang menjelaskan sekali perbuatan. Jadi rahmat adalah cinta kasih Allah pada hamba-Nya yang dituangkan sekali, namun karena sangat banyak maka menenggelamkan dan memuat segala sesuatu dan abadi. Saat terjadi kiamat, rahmat dicabut digabungkan dengan 99 rahmat lainnya untuk ahli surga. Sementara kalau uraianya tidak seperti di atas, jelas pendapat tersebut keliru.”

Bagaimana cara mengembangkan, memupuk dan meletakkan cinta pada tempatnya?. Menurut Allah, “وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآَيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ .”
Artinya:
Dan rahmat-Ku memuat segala sesuatu. Dia akan Aku pastikan secara khusus untuk orang-orang yang bertaqwa dan melunasi zakat, dan pada orang-orang yang beriman pada ayat-ayat Kami.” [Qs Al-A’raf 156].
Yakni bahwa bertaqwa, melunasi zakat dan mengimani ayat-ayat Allah berdampak mendapat rahmat yang luas. Berarti dengan memupuk taqwa secara tidak langsung telah memupuk rahmat atau cinta itu sendiri.
Bertaqwa ialah menghindari perbuatan dosa agar selamat dari neraka. Adapun tanda ketaqwaan seorang sempurna; jika dia meninggalkan yang tidak berdosa karena takut kalau-kalau berdosa. Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ bersabda, “لاَ يَبْلُغُ الْعَبْدُ أَنْ يَكُونَ مِنَ الْمُتَّقِينَ حَتَّى يَدَعَ مَا لاَ بَأْسَ بِهِ حَذَرًا لِمَا بِهِ الْبَأْسُ.”
Artinya:
Seorang hamba takkan sampai pada golongan orang-orang taqwa hingga dia meninggalkan yang tidak berdosa karena khawatir berdosa.” [HR Tirmidzi].

Makalah mengenai taqwa diabadikan oleh Allah adalah makalah Nabi Yusuf AS, “إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ .”
Artinya:
Sesunguhnya barang siapa bertaqwa dan bersabar, maka Allah takkan menyia-nyikan pahala orang-orang ichsan.”
Dan makalah tersebut dilontarkan pada kakak-kakaknya setelah mereka terperangah pada Yusuf عَلَيْهِ السّلَامُ yang dulunya adik yang mereka sia-sia, ternyata akhirnya menjadi orang besar. Tujuan Yusuf عَلَيْهِ السّلَامُ agar mereka tahu bahwa taqwa tidak hanya membuahkan keuntungan di akhirat saja. Yakni Yusuf عَلَيْهِ السّلَامُ mendapat derajat setinggi itu pun sebetulnya karena bertaqwa dan bersabar alias berichsan.
Uraian ini sebagai hujah bahwa mengembangkan dan memupuk cinta Allah adalah dengan cara memupuk ketaqwaan. Dan jika ketaqwaannya telah terpupuk; maka saat itu pula Allah merahmatinya sehingga dia bisa mengendalikan diri. Sabda Nabi Yusuf عَلَيْهِ السّلَامُ yang diabadikan oleh Allah mengenai pengendalian diri, “وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ.”
Artinya:
Dan saya takkan membebaskan diriku. Sungguh diri seorang sangat perintah pada kejelekan, kecuali di saat Tuhanku merahmatinya. Sungguh Tuhanku Maha pengampun Maha penyayang.”

Jika ada yang bertanya, “Mana yang diartikan di saat pada lafal ayat tersebut (مَا رَحِمَ رَبِّي)?,” jawabannya, “Maa (مَا) sebelum rahima Rabbii (رَحِمَ رَبِّي)."[2] Lihatlah penjelasannya di dalam Tafsir Al-Alusi berbahasa Arab.
Dan karena Yusuf AS bisa mengendalikan diri, maka sopan, berwawasan jauh ke depan, dan tidak tamak. Sampai-sampai Rasulullah صَلّى عَلَيْهِ اللّهُ وَسَلّمَ bersabda, “عَجِبْتُ لصبرِ أَخِي يُوسُفَ وكَرَمِهِ وَاللَّهُ يَغْفِرُ لَهُ حَيْثُ أُرْسِلَ إِلَيْهِ ليُسْتَفْتَى فِي الرُّؤْيَا، وَلَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ أَفْعَلْ حَتَّى أَخْرُجَ، وعَجِبْتُ لصَبْرِهِ وكَرَمِهِ وَاللَّهُ يَغْفِرُ لَهُ أُتِي لِيَخْرُجَ فَلَمْ يَخْرُجْ حَتَّى أَخْبَرَهُمْ بِعُذْرِهِ، وَلَوْ كُنْتُ أَنَا لبادرتُ الْبَابَ، وَلَوْلا الْكَلِمَةُ لَمَا لَبِثَ فِي السِّجْنِ حَيْثُ يَبْتَغِي الْفَرَجَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ قَوْلُهُ: "اذْكُرْنِي عِنْدَ رَبِّكَ".
Artinya:
Saya telah takjub pada kesabaran dan pada tata-kerama Yusuf saudaraku. Semoga Allah mengampuni padanya; di mana seorang diutus datang padanya untuk minta fatwa tentang mimpi raja. Kalau saya yang menjadi dia, saya justru tak mau memberi fatwa sangat berharga itu, sehingga saya keluar dari penjara tersebut. Saya telah takjub pada kesabaran dan tata-kerama Yusuf. Semoga Allah mengampuni padanya. Dia telah didatangi seorang utusan agar keluar dari penjara, namun tak mau keluar hingga dia menjelaskan pada mereka tentang alasannya. Kalau saya yang menjadi dia tentu saya telah mendahului ke pintu-keluar. Kalau tiada kalimat tersebut di mana dia minta tolong dari sisi selain Allah, niscaya dia tidak bertempat di dalam penjara selama itu. Yakni ucapan Nabi Yusuf عَلَيْهِ السّلَامُ (pada temannya yang keluar dari penjara), “Tuturkan saya di sisi tuanm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar