Nama
: Apriyanto Muchid
Npm
: 10209647
Kls : 4 EA 16
Tugas keTiga : PRINSIP
ETIS DALAM BERBISNIS
Mata kuliah : Etika Bisnis #
Dosen : Sri Murtiasih
2.1 Pendahuluan
Perkembangan
bisnis saat ini telah memasuki era globalisasi, dimana terjadi pergerakan komoditas, modal, dan
juga manusia yang seolah tanpa batas menembus
ke segala penjuru dunia. Modal paling utama dalam bisnis adalah nama dan kepercayaan. Ukuran etika dan sopan
santun dalam dunia bisnis sangatlah
keras, kalaulah ada pengusaha yang melanggar etika, mereka lebih banyak mendapat hukuman dari masyarakat,
dibandingkan dari pemerintah. Karena pada dasarnya juga masyarakat
bisnis itu punya jaringan tersendiri, yang sangat luas dan efektif, sehingga
setiap pengusaha yang berbuat curang atau
tidak etis, maka namanya akan segera tersiar, hal itu tentunya akan merusak
nama baiknya sendiri. Etika bisnis itu tidak hanya terlihat dalam hubungan antara pengusaha saja, namun juga terkait
hubungan dengan pemerintah dan
tentunya masyarakat. Walaupun sejauh ini ukuran etis atau tidak etisnya praktik perusahaan dalam masyarakat
masih susah diukur, namun paling
tidak kita bisa kembalikan ke hati nurani pengusaha itu sendiri. Terdapat beberapa alasan yang menjadikan
etika bisnis menjadi sedemikian pentingnya (Faisal Afiff, 2003):
(1) Ada kelaziman masyarakat yang sudah maju untuk
cenderung menuntut para pebisnisnya
agar mampu bertindak etis, atau masyarakat pada umumnya mengharapkan kinerja etik yang tinggi. Suatu perusahaan yang memiliki kinerja etik yang tinggi akan
mendapat dukungan dan pembenaran
dari masyarakat.
(2) Untuk menghindari kerugian kelompok kepentingan
dalam masyarakat. seperti para pelanggan, perantara, pemasok dan pesaing.
(3) Untuk melindungi
atmosfir berbisnis dari
kemungkinan tumbu suburnya perilaku tidak etis, baik dari karyawan
(lingkungan internal) maupun dari
para pesaing (lingkungan eksternal).
(4) Untuk melindungi masyarakat yang akan bekerja di sektor
bisnis dari ancaman lingkungan kerja yang tidak adil, produk berbahaya, dan bahkan pemalsuan
laporan keuangan dan juga memberikan kontribusi pada ketenangan, keamanan dan kenyamanan psikologis bagi para pebisnis agar
mampu berkiprah melakukan
tindakan bisnis yang konsisten
sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
(5) Umumnya orang menginginkan akan bertindak konsisten dengan
pandangan hidupnya, menyangkut nilai-nilai kebaikan dan keburukan perilaku dirinya.
Sesuatu yang dipaksakan dan beitentangan dengan nilai pribadinya, lazimnya akan
melahirkan sumber konflik batin dan stress emosional yang besar.
Munculnya kasus-kasus yang melahirkan
problematik etika bisnis bisa beragam sifatnya, seperti adanya
kepentingan pribadi yang berseberangan dengan kepentingan orang lain, hadirnya
tekanan persaingan dalam meraih keuntungan yang melahirkan konflik perusahaan dengan pesaingnya, munculnya
pertentangan antara tujuan
perusahaan dengan nilai-nilai pribadi yang melahirkan pertentangan
antara kepentingan atasan dan bawahannya akibat adanya mentalitas pebisnis yang otoriter.
Terjadinya krisis multi dimensional
beberapa tahun terakhir menjadikan etika
bisnis sebagai sorotan dan perhatian dari masyarakat dan para pengamat.
Tuntutan masyarakat akan etika dan tolok ukur etika meningkat. hal ini disebabkan pula oleh pengungkapan dan
publikasi, kepedulian publik, regulasi pemerintah, kesadaran CEO akan
etika dan profesionalisme bisnis meningkat
Ferdy (1998) mengutip Cassese menyebutkan bebcrapa alasan perusahaan yang mempunyai orientasi laba menaruh
perhatian pada etika bisnis.
(1)
Tekanan dari
konsumen.
(2)
Persaingan.
(3)
Perubahan
nilai sosial.
(4)
Munculnya
beberapa kasus yang menyebabkan ambruknya reputasi
perusahaan atau individu akibat tindakan yang tidak etis.
perusahaan atau individu akibat tindakan yang tidak etis.
Jauhnya
sentuhan etika atas bisnis disebabkan oleh terlalu terfokusnya perhatian,
tanggung jawab dan kewajiban para pelaku bisnis dan manajer untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besaraya. Usaha untuk meraih keuntungan telah menenggelamkan
dan mengubur kesadaran moral para pelaku bisnis untuk berbisnis secara
baik dan etis, terlepas dari kenyataan bahwa masih banyak juga pelaku bisnis
yang tetap punya kepekaan terhadap kesadaran moral.
Tingkat urgensi
perilaku etis bagi perusahaan sangat menentukan, karena dalam jangka panjang bila
perusahaan tidak concern dengan perilaku etis dalam bisnis maka kelangsungan
hidupnya akan terganggu. Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan
yang cenderung mencari keuntungan sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis,
segala kompetensi, ketrampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya
ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi. Dalam jangka pendek mungkin
akan meningkatkan
keuntungan perusahaan, akan tetapi untuk jangka panjang akan merugikan
perusahaan itu sendiri akibat hilangnya kepercayaan pelanggan/konsumen terhadap
perusahaan tersebut (Bertens, 1995), karena kepercayaan merupakan salah satu
unsur keutamaan yang sangat vital dalam aktivitas bisnis. Tanpa ada kepercayaan
tidak akan ada transakasi dan kemitraan.
Penyimpangan atau pelanggaran etika akan mengundang sangsi dari
masyarakat bisnis. Bentuknya bisa ditinggalkan konsumen dan relasi, dikomplain
langsung, via telepon atau surat pembaca, dan sebagainya. Akibatnya nama baik akan hancur,
sehingga konsumen akan berkurang, dan bisnis
menjadi terhambat.
Pelanggaran
etika bisnis memang banyak dilakukan, namun kita harus selalu
mengupayakan untuk menggalakkan etika bisnis, paling tidak kita bisa memulai dari pemimpin perusahaan,
karena dialah panutan bagi karyawannya.
Perilaku etis atau tidak etis dalam perusahaan dikendalikan secara eksplisit maupun implisit oleh budaya perusahaan
yang ada. Disini pelatihan etika
menjadi aspek penting dari pengendalian perilaku karyawan, karena dalam pelatihan tersebut dapat diberikan pedoman
mengenai peraturan dan kebijakan
perusahaan, serta perilaku yang dianggap baik atau buruk dalam berbagai
situasi.
2.2 Prinsip dalam Berbisnis
Secara umum, prinsip-prinsip yang
dipakai dalam bisnis tidak akan pernah lepas dari kehidupan keseharian kita.
Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah
implementasi dari prinsip etika pada umumnya.
2.2.1 Prinsip
Otonomi
Orang bisnis
yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya
dalam dunia bisnis. la akan sadar dengan tidak begitu saja mengikuti saja
norma dan nilai moral yang ada, namun juga melakukan sesuatu karena
tahu dan sadar bahwa hal itu baik, karena semuanya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan
secara masak-masak. Dalam kaitan ini salah satu contohnya perusahaan memiliki
kewajiban terhadap para pelanggan, diantaranya adalah:
(1)
Memberikan
produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka;
(2)
Memperlakukan
pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk pelayanan yang tinggi dan
memperbaiki ketidakpuasan mereka;
(3)
Membuat setiap
usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatan pelanggan,
demikian juga kualitas Iingkungan mereka, akan dijaga kelangsungannyadan ditingkatkan
terhadap produk dan jasa perusahaan;
(4)
Perusahaan harus
menghormati martabat manusia dalam menawarkan, memasarkan dan mengiklankan produk.
Untuk
bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya terbaik. karena kebebasan adalah unsur hakiki
dari prinsip otonomi ini. Dalam etika, kebebasan
adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis, walaupun kebebasan
belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis. Unsur lainnya dari prinsip otonomi adalah
tanggungjawab, karena selain sadar
akan kewajibannya dan bebas dalam mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang dianggap baik,
otonom juga harus bisa mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya (di
sinilah dimung-kinkan adanya
pertimbangan moral). Kesediaan bertanggungjawab merupakan ciri khas dari makhluk bermoral, dan tanggungjawab disini adalah tanggung jawab pada diri kita
sendiri dan juga tentunya pada stakeholder.
2.2.2 Prinsip
Kejujuran
Bisnis tidak
akan bertahan lama jika tidak ada kejujuran, karena kejujuran merupakan modal utama untuk
memperoleh kepercayaan dari mitra bisnis-nya,
baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran menuntut
adanya keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
1. Kejujuran relevan dalam pemenuhan
syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Pelaku
bisnis disini secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak jujur melaksanakan
janjinya. Karena jika salah satu pihak
melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu
dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curang tersebut.
2. Kejujuran
relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik.
Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada konsumen yang
merasa tertipu, tentunya hal tersebut akan rnenyebar yang menyebabkan konsumen
tersebut beralih ke produk lain.
3. Kejujuran
relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu antara
pemberi kerja dan
pekerja, dan berkait dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika
kejujuran karyawan ataupun atasannya tidak terjaga.
2.2.3 Prinsip
Keadilan
Prinsip ini
menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan
yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hak dan
kepentingannya. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh
Aristoteles adalah:
1.
Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan
antara individu atau kelompok masyarakat
dengan negara. Semua pihak
dijamin untuk mendapat perlakuan yangsama
sesuai dengan hukum yang berlaku.
Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar
Negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara menjamin kegiatan bisnis yang
sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara
sama bagi semua pelaku bisnis.
2.
Keadilan komunitatif. Keadilan ini
mengatur hubungan yang adil antara orang
yang satu dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal
antara negara dan warga negara, dan hubungan horizontal antar warga negara. Dalam bisnis keadilan ini berlaku
sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara
pihak-pihak yang terlibat.
3.
Keadilan distributif. Atau disebut
juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi
ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan ini berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan
ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
2.2.4 Prinsip
Saling Menguntungkan
Prinsip ini
menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama
lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa
melahirkan suatu win-win situation.
2.2.5 Prinsip
Integritas Moral
Prinsip ini
menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga nama
baiknya dan nama baik perusahaan.
Dari kelima
prinsip yang tentulah dipaparkan di atas, menurut Adam Smith, prinsip
keadilanlah yang merupakan prinsip yang paling penting dalam
berbisnis. Prinsip ini menjadi dasardan jiwa dari semua aturan bisnis, walaupun
prinsip lainnya juga tidak akan terabaikan. Karena menurut Adam Smith, dalam
prinsip keadilan khususnya keadilan komutatif berupa no harm, bahwa sampai
tingkat tertentu, prinsip ini telah mengandung semua prinsip etika
bisnis lainnya. Karena orang yang jujur tidak akan merugikan orang lain,
orang yang mau saling menguntungkan dengan pibak Iain, dan bertanggungjawab
untuk tidak merugikan orang lain tanpa alasan yang diterima dan
masuk akal.
Sedangkan
Velasques (2005) menyebutkan ada empat prinsip yang dipakai dalam berbisnis, yaitu:
(1) Utilitarianisme
Prinsip ini menyatakan bahwa tindakan
dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan kepada
masyara-kat. Sebuah
prinsip moral yang mengklaim bahwa sesuatu dianggap benar apabila mampu
menekan biaya sosial dan memberikan keuntungan sosial yang lebih besar.
(2) Hak
Hak merupakan sebuah sarana atau cara
yang penting dan bertujuan agar memungkinkan individu untuk memilih dengan bebas
apapun kepentingan atau
aktivitas mereka dan melindungi pilihan-pilihan mereka. Hak kebebasan dan
kesejahteraan orang lain harus dihormati. Hak-hak moral semacam ini memiliki
tiga karakteristik penting yang memberikan fungsi pemungkinan dan
perlindungan, pertama: hak moral sangat erat kaitannya dengan kewajiban,
dimana kewajiban secara umum merupakan sisi lain dari hak moral; kedua: hak moral
memberikan otonomi
dan kesetaraan bagi individu dalam mencari kepentingan-kepentingan
mereka; ketiga: hak moral memberikan dasar untuk membenarkan tindakan yang dilakukan
seseorang dan untuk melindungi orang lain.
(3) Keadilan
Mengidentifikasi cara-cara yang adil
dalam mendistribusikan keuntungan dan beban pada para anggota
masyarakat. Biasanya masalah keadilan dapat dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu: keadilan distribute rberkaitan dengan distribusi yang adil atas
keuntungan dan beban dalam masyarakat) dan keadilan retributif (pemberlakuan yang adil pada
pihak-pihak yang melakukan kesalahan);
keadilan kompensatif (cara yang adil dalam
memberikan kompensasi pada seseorang atas kerugian yang mereka alami akibat perbuatan orang lain).
(4) Perhatian (Caring)
Pandangan ini menekankan bahwa kita
mempunyai kewajiban untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan orang-orang
yang ada di sekitar kita, terutama yang mempunyai hubungan ketergantungan.
Selain itu Caux
Round Table: Principles for Business (1992) menyebutkan bahwa pengelola bisnis memiliki beberapa
tanggung jawab sebagai penghormatan atas kepercayaan mengelola bisnisnya,
yaitu:
(1) Menerapkan
manajemen yang profesional dan tekun guna memperoleh keuntungan yang
wajar dan kompetitif
atas modal yang
telah ditanamkan.
(2) Memperlihatkan informasi
yang relevan kepada investor mengenai masalah tuntutan-tuntutan legal dan
hambatan persaingan
(3) Menghemat, melindungi, dan menumbuhkan aset-aset investor,
(4) Menghormati permintaan, saran, keluhan, dan solusi dari
investor.
Prinsip-prinsip
umum yang diterapkan dalam Caux Round Table'. Principles for
Business (1992) yaitu:
(1)
Tanggung jawab
bisnis: dari pemegang saham ke stakeholder. Nilai bisnis bagi
masyarakat adalah kesejahteraan dan lapangan pekerjaan yang
menghasilkan barang dan jasa yang dapat dipasarkan dengan harga yang
sebanding dengan kualitasnya. Perusahaan
memainkan peran dalam
memperbaiki kehidupan pelanggan,
karyawan, dan pemegang saham
dengan berbagai kesejahteraan kepada
mereka. Pemasok dan pesaing
juga mengharapkan agar perusahaan menghormati
kewajiban-kewajibannya dalam semangat
kejujuran dan fairness.
(2)
Dampak ekonomi
dan sosial bisnis, inovasi, keadilan, dan masyarakat dunia. Bisnis
harus menghormati hak asasi
manusia, peningkatanpendidikan dan
kesejahteraan, serta pemberdayaan
negara dimana perusahaan
beroperasi.bisnis harus beipartisipasi dalam pengembangan ekonomi dan
sosial tidak hanya untuk negara dimana mereka beroperasitetapi juga
masyarakat dunia yang lebih luas, melalui penggunaan
sumberdaya yang efisien dan hati-hati, persaingan yang wajar dan bebas, dan menekankan pada inovasi teknologi, metode produksi, pemasaran dan komunikasi.
sumberdaya yang efisien dan hati-hati, persaingan yang wajar dan bebas, dan menekankan pada inovasi teknologi, metode produksi, pemasaran dan komunikasi.
(3)
Perilaku
bisnis: dari letter of law ke semangat saling percaya. Disamping
menerima legitimasi rahasia-rahasia perdagangan, bisnis juga harus mengakui
adanya kesungguhan, keterusterangan, kejujuran, kesetiaan pada janji dan keterbukaan.
Hal itu penting bagi kredibilitas dan integritas mereka dan juga bagi
kelancaran dan efisiensi dalam transaksi bisnis terutama pada level internasional.
(4)
Menghargai
peraturan. Untuk menghindari friksi dan mengembangkan perdagangan
yang lebih bebas, menciptakan kondisi persaingan dan perlakuan yang adil dan
wajar bagi semua pelaku, perusahaan harus menghormati ketentuan-ketentuan domestik dan internasional. Dari mereka harus menyadari adanya beberapa
perilaku yang legal tapi mungkin
masih memiliki konsekuensi-konsekuensi yang merugikan.
(5)
Mendukung
perdagangan multilateral. Bisnis harus mendukung system perdagangan multilateral seperti GATT/WTO dan
persetujuan-persetujuan internasional serupa.
Mereka harus bekerjasama dalam usaha
mengembangkan liberalisasi perdagangan
yang maju dan bijaksana dan mengurangi ketentuan
domestik yang tidak masuk akal yang menghalangi perdagangan global.
(6)
Menghormati
lingkungan pelaku bisnis harus melindungi dan sejauh mungkin memperbaiki
lingkungan, mengembangkan pembangunan berkelanjutan dan mencegah penggunaan
sumber daya alam secara boros.
(7)
Menghindari
praktik-praktik yang kotor. Seorang pelaku bisnis tidak boleh
berpartisipasi dalam atau membenarkan tindakan penyuapan, money laundering atau praktik-praktik korupsi
lainnya. Untuk itu perlu diadakan kerjasama
untuk menekan dan mengurangi tindakan tercela seperti itu. Pelaku bisnis juga tidak boleh terlibat dalam perdagangan senjata atau perdagangan lain yang berhubungan
dengan terorisme, perdagangan obat terlarang atau kejahatan terorganisir
lainnya.
Dalam hokum
Islam juga disebutkan bagaimana prinsip-prinsip dalam berbisnis. Etika bisnis Islami
merupakan tata cara pengelolaan bisnis berdasarkan Al-Qur'an, hadits, dan hukum yang telah
dibuat oleh para ahli fiqih.
Terdapat enam prinsip etika bisnis
Islami:
(1)
Prinsip tauhid
yang memadukan semua aspek kehidupan manusia, sehingga antara etika dan bisnis
terintegrasi, baik secara vertical (hablumminallah) maupun secara
horizontal (hablumminannas). Sebagai manifestasi dari prinsip ini,
para pelaku bisnis tidak akan melakukan
diskriminasi di antara pekerja, dan akan menghindari praktik-praktik bisnis
haram atau yang melanggar ketentuan syariah.
(2) Prinsip pertanggungjawaban. Manusia
bertindak berdasarkan pemikiran dan
kesadarannya sendiri mengenai apa yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan penghasilan
dengan cara memproses potensi sehingga
menjadi produk yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Para pelaku bisnis hams bisa mempertanggungjawabkan
segala aktivitas bisnisnya, baik
kepada Allah SWT maupun kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk memenuhi tuntutan keadilan.
(3) Prinsip keseimbangan atau
keadilan. Keadilan adalah
persyaratan mutlak
dalam berbisnis. Adil berarti
bahwa seseorang harus diperlakukan sesuai haknya. Sistem ekonomi dan bisnis
harus sanggup menciptakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.
(4) Prinsip
kebenaran. Dalam prinsip ini terkandung dua unsur penting, yaitu kebajikan
dan kejujuran. Kebajikan dalam bisnis ditunjukkan dengan sikap
kerelaan dan keramahan dalam bermuamalah, sedangkan kejujuran
ditunjukkan dengan sikap jujur dalam semua proses bisnis yang dilakukan
tanpa adanya penipuan sedikitpun.
(5) Persaudaraan
dan persamaan. Tidak ada tempat bagi seorang pebisnis untuk melakukan
diskriminasi karena perbedaan ras ataupun suku. Persaingan dilakukan secara sehat demi kesejahteraan seluruh
umat.
(6) Ketulusan
hati. Ketulusan biasanya dilandasi oleh
komitmen yang mendorong
batin seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu. Pengaruh dari
sikap yang tulus dalam berbisnis dapat menghasilkan kegiatan yang lebih efisien
dan meningkatkan produkti vitas.
Bagi
perusahaan yang berkeinginan untuk membangun sebuah dinasti bisnis yang
berhasil untuk tahan lama dituntut untuk memiliki etos kerja (bisnis),
tradisi, dan kebiasaan berbisnis secara baik dan etis. Yang dimaksud dengan
etos disini adalah suatu kebiasaan moral yang menyangkut kegiatan bisnis yang
dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun
etika memang tidak bisa dipaksakan, kita memerlukan payung hukum yang memungkinkan
prinsip-prinsip etika ini dilaksanakan, agar
ada sangsi yang jelas dan tegas.
2.3 Menjalankan Bisnis Secara Etis dan
Bertanggung Jawab
2.3.1 Peranan
Nilai dalam Etika Bisnis
Dalam teori
etika, kedudukan nilai (value) sangat krusial dan strategis. Karena
dengan nilailah orang-orang dapat dipersatukan untuk mencapai suatu tujuan
yang diharapkan dan dengan nilai pula konflik dapat terjadi dan diselesaikan.
Sebagai bagian dari aksiologi dalam filsafat, etika mengakomodasikan
berbagai nilai yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Nilai hanya ada
dalam kehidupan manusia.
Sebagai
makhluk yang berbudaya, manusia senantiasa melakukan penilaian terhadap situasi
dan kondisi yang dihadapinya. Menilai berarti memberikan pertimbangan untuk menentukan sesuatu itu benar
atau salah, baik atau buruk, indah atau
jelek, berguna atau tidak berguna. Hasil penilaian itu disebut nilai, yang secara sederhana nilai dapat didefinisikan
sebagai sesuatu yang benar, yang baik
dan yang indah. Nilai dapat berarti pula
sebagai keyakinan abadi jangka panjang tentang apa yang penting dalam berbagai situasi dan merupakan standar
untuk membantu menentukan apa yang
benar atau salah dan apa yang baik dan yang buruk. Nilai bukan hanya menunjukkan apa yang diinginkan, tetapi juga
apa seharusnya dilakukan serta cara
bagaimana untuk mencapainya.
Dalam etika
bisnis nilai itu dapat berarti apa yang baik dan apa yang buruk dilakukan
oleh para partisipan bisnis dalam mencapai tujuannya, melalui berbagai
aktivitas bisnisnya. Dalam hal ini baik buruk tidak saja diukur dari kepentingan pencapaian
tujuan bisnis perusahaan, tetapi juga sekaligus
bagi kepentingan para stakeholder dan masyarakatnya. Sebagai suatu
organisasi, lembaga bisnis tentu mempekerjakan orang-orang dan karenanya nilai
dalam bisnis dapat berbentuk nilai perseorangan (personal value) dan
nilai-nilai kelompok (group value) dan organisasional (organizational value).
Manusia dalam
organisasi bisnis, memperoleh nilai (Value Added) merupakan
suatu harapan, dengan menganut nilai-nilai terminal dan nilai inkrementai. Nilai terminal
(Terminal Value) adalah keadaan yang diinginkan seseorang dari bisnisnya baik sebagai nilai yang dimaknai sebagai kepercayaan bersama atau norma kelompok
yang telah diserap (internalized) oleh individu (berupa modifikasi), norma yang
dimaknai sebagai kepercayaan yang
dianut dengan konsensus dari suatu kelompok sehubungan dengan kaidah
prilaku untuk anggota
individual pekerja karyawan) sebagai mitra kerja, maupun pemilik
usaha atau pebisnisnya. Termasuk dalam
nilai-nilai terminal ini antara lain adalah sesuatu yang indah, persamaan hak, kebijaksanaan, dan
kenyamanan hidupnya.
Sedangkan Nilai
Inkremental (Incremental Value) adalah cara bertingkah laku
yang diinginkan untuk mencapai nilai terminal. Dalam hal ini kedudukan nilai
inkremental lebih merupakan suatu prosesi yang diharapkan dari seseorang dalam
mendukung pencapaian tujuan bersama dari bisnis yang diselenggarakan. Contoh
dari nilai inkremental adalah tingkah laku sopan, bertanggung jawab, pengendalian diri,
pengendalian emosi dan sikap ambisi.
Nilai personal
dalam banyak hal dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, interaksi, nilai budaya,
nilai profesi, dan nilai organisasionalnya. Termasuk dalam nilai personal
perhitungan, kalem, santai, kejujuran, cinta kasih, kedamaian, kegembiraan dan
sebagainya. Kadang kala nilai personal berdampak positif bagi organisasi dan
dapat juga berbenturan dengan apa yang diharapkan organisasi termasuk
pebisnis. Nilai personal yang dianut seseorang dapat saja berbeda dengan nilai organisasional
atau nilai perusa-haan. Kedua nilai ini
sering dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya. Ketiga nilai ini berpotensi untuk menimbulkan konflik dalam
organisasi bisnis dan karenanya
pihak pebisnis dengan manajemennya harus menyalaraskan nilai-nilai tersebut
sehingga dapat mendorong pencapaian tujuan organisasi dan bisnis. Nilai
perusahaan adalah nilai yang dikaitkan dengan tujuan perusa-haan seperti
keberhasilan, efisiensi atau penghematan, peningkatan output, kekuatan, daya saing, efektif dan produktifitas.
Pada saat
nilai personal berbenturan dengan nilai perusahaan, maka konflik nilai
tidak dapat dihindari. Untuk itu pihak manajemen harus menyelaraskan
kedua perbedaan nilai tersebut sehingga diperoleh kesamaan nilai yang menjadi
panutan para pihak dalam organisasi bisnis yang disebut dengan share
values.
Nilai dalam
bisnis biasanya juga dikaitkan dengan manfaat produk dan
pengorbanan konsumen. Nilai dapat dibatasi dengan sejumlah pengorbanan yang
bersedia dibayar konsumen terhadap produk barang/jasa, yang diberikan
perusahaan. Nilai-nilai yang diperoleh pelanggan dalam dunia bisnis secara
umum terdiri dari nilai rasional, emosional, dan nilai spiritual. Ketiga nilai
ini harus disinergiskan dalam perusahaan. Nilai spiritual atau religius yang
mengandung kebenaran mutlak saat ini sudah disadari oleh banyak pebisnis dan para ahli paling
efektif dalam mendorong keberhasilan bisnis.
Daftar Pustaka
Ernawan,
Erni. 2011. Business Ethics. Penerbit: Alfabeta. Bandung
http://apriyantihusain.blogspot.com/2012/04/prinsip-etis-dalam-berbisnis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar